Posted by Administrator | Kategori: Religi dan Spiritual

Memulihkan Makna di Tengah Krisis: Pendekatan Spiritual BLESS-CPR bagi Penyintas Bencana

Formulasi Pendekatan Spiritual BLESS–CPR pada Penyintas Bencana

Bencana tidak hanya merusak rumah dan tubuh manusia. Ia juga mengguncang makna hidup, rasa aman, harapan, dan keyakinan terdalam seseorang. Dalam situasi krisis, banyak penyintas merasa kehilangan arah, mempertanyakan keadilan hidup, bahkan merasa sendirian di tengah keramaian. Di titik inilah pendekatan spiritual menjadi bagian penting dari proses pemulihan yang manusiawi.

Pendekatan BLESS–CPR merupakan kerangka Spiritual First Aid yang dirancang untuk membantu penyintas bencana secara cepat, aman, dan sensitif terhadap trauma. Pendekatan ini tidak bertujuan menggantikan layanan medis atau psikologis, melainkan melengkapinya dengan perhatian pada dimensi emosional, sosial, dan spiritual manusia.

Tahap pertama adalah B – Biological & Unmet Needs, yaitu memastikan kebutuhan dasar terpenuhi: makanan, air, tempat berlindung, dan rasa aman. Tanpa rasa aman, sistem saraf akan terus berada dalam mode siaga, sehingga pemulihan psikologis dan spiritual sulit terjadi.

Selanjutnya L – Livelihood, membantu menstabilkan kembali rutinitas dan fungsi harian. Aktivitas sederhana seperti makan teratur, tidur, atau merawat keluarga membantu otak mendapatkan kembali rasa kendali di tengah kekacauan.

Tahap E – Emotions berfokus pada pengenalan dan penenangan emosi. Penyintas dibantu memahami bahwa rasa takut, sedih, marah, atau mati rasa adalah respons normal terhadap peristiwa yang tidak normal. Validasi emosi menjadi langkah awal pemulihan.

Kemudian S – Social Support, yaitu mengaktifkan dukungan keluarga dan komunitas. Hubungan sosial yang hangat terbukti memperkuat resiliensi dan mencegah keterasingan pascabencana.

Tahap S – Spiritual memberi ruang aman bagi nilai, iman, dan harapan yang diyakini penyintas. Pendamping tidak memaksakan keyakinan, melainkan menghormati dan memfasilitasi sumber makna yang membantu seseorang bertahan.

Pendekatan ini dilanjutkan dengan CPR.

C – Care, hadir dengan empati, mendengarkan tanpa menghakimi, dan menemani tanpa tergesa-gesa.

P – Provide Coping, memberikan teknik koping sederhana seperti pernapasan, doa personal, refleksi makna, atau aktivitas menenangkan yang sesuai budaya.

R – Refer, menghubungkan penyintas dengan tenaga profesional atau sumber daya komunitas religius dan spiritual yang mereka percayai bila dibutuhkan.

BLESS–CPR menegaskan bahwa pemulihan bukan hanya soal bertahan hidup, tetapi juga tentang memulihkan makna hidup. Dengan pendekatan yang menghormati tubuh, emosi, relasi sosial, dan spiritualitas, proses pemulihan pascabencana dapat berlangsung lebih utuh, bermartabat, dan penuh harapan.

(HUMAS PP PDSKJI)