Posted by Administrator | Kategori: Psikoterapi

Heboh BPJS Tidak Mau Membayar Klaim Psikoterapi!?

BPJS belum mau membayar klaim psikoterapi yang telah diberikan. Mengapa terjadi dan bagaimana mengatasinya?

Dokter Limas Sutanto salah seorang psikiater senior yang aktif di bidang psikoterapi berpendapat bahwa Filsafat di balik pembiayaan kesehatan oleh pihak ketiga (third party payment) semisal yang dilaksanakan melalui BPJS atau asuransi kesehatan lainnya, adalah penggunaan dana untuk suatu prosedur kuratif yang jangka waktunya dapat ditentukan (terbatas), langkah-langkahnya dapat dipantau dan diukur dengan jelas, dan keseluruhannya membawa bukti ilmiah kemanjuran yang baik pada zamannya.

Maka apabila psikoterapi diajukan untuk mendapatkan pembiayaan seperti itu, langkah awal yang niscaya adalah menyusun berbagai psychotherapy manual, pedoman pelaksanaan psikoterapi spesifik, yang relatif dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan profesional. Manual, merepresentasikan ketiga ihwal yang menjadi minimal requirements pembiayaan oleh pihak ketiga.

Seksi Psikoterapi PDSKJI telah melangkah dengan benar dan tepat, yaitu menyusun dan sudah menerbitkan buku pedoman psikoterapi suportif (hal ini melibatkan peran penting, antara lain, dari Dr. Petrin Redayani Sp. KJ dan Dr. Yaniar Mulyantini, Sp. KJ). Dan tentu nanti akan disusul dengan penyusunan dan penerbitan buku-buku pedoman psikoterapi spesifik lainnya.

Ada baiknya psikiater mulai mengakrabkan diri dengan pedoman yang sudah ada. Sehingga diharapkan nanti tatkala pedoman-pedoman berikutnya terbit, psikiater makin siap untuk segera memanfaatkannya dengan baik.

Ke depan lebih jauh, PDSKJI (khususnya Seksi Psikoterapi) juga akan mempersiapkan argumen dan bukti-bukti ilmiah tentang psychotherapy in the broad sense, yang sebenarnya justru lebih mewakili apa yang sesungguhnya berlangsung tatkala seorang atau sekelompok klien dan pasien mengalami perubahan psikoterapeutik di tengah proses psikoterapi individual atau kelompok. Hal ini sudah dituliskan dalam Disertasi Dr. Limas, Sp. KJ pada 2007 (The efficacy of peace therapy: A randomized controlled trial), ikut menegaskan betapa terdapat “faktor-faktor terapeutik umum” (common factors) yang berefek terapeutik. Mereka adalah faktor-faktor yang seyogianya terejawantah dalam setiap psikoterapi, bahkan pula dalam psikoterapi yang dianggap sedemikian spesifik, semisal solution-focused therapy dan CBT. Acap kali, kehadiran dan bekerjanya faktor- faktor umum ini diperlukan agar teknik spesifik yang diusung dalam suatu pendekatan psikoterapi tertentu dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Dalam penelitian disertasi itu, misalnya, dibuktikan bahwa dalam empat sampai enam sesi awal, tatkala teknik spesifik belum digunakan, perubahan terapeutik sudah terjadi.

Banyak studi dan pemikiran yang memerinci faktor-faktor umum itu secara tajam. Namun diyakini bahwa pada dasarnya hal-hal yang tercakup dalam “faktor-faktor umum” itu adalah:
(1) mendengarkan (lihat terutama Freud, Bion);
(2) melindungi-mengamankan-mendukung (holding) (tinjau terutama Winnicott);
(3) menampung-mengolah-menanggapi (containing) (lihat terutama Bion);
(4) menjadi cermin yang clear but soft, peaceful, and optimistic bagi perasaan, ungkapan
verbal dan nonverbal, dan pengalaman pasien atau klien (mirroring) (perhatikan terutama
Kohut); dan
(5) regulasi afek (lihat semua tokoh itu. Di samping itu, akhir-akhir ini ada upaya
menspesifikasikan tindakan meregulasi afek oleh Gergely & Watson, berdasarkan observasi pada anak yang diperkaya dengan pengetahuan tentang social biofeedback mechanism. Hal ini agaknya perlu mendapatkan perhatian).

Apabila setiap sesi perjumpaan pasien dengan psikiater dapat dipastikan menghadirkan dan melangsungkan setidak-tidaknya beberapa dari kelima faktor itu dengan baik, dapat dikatakan dengan benar bahwa setiap sesi psikiatrik adalah juga sesi psikoterapi. Atau setiap sesi psikiatrik secara substansial mengandung psikoterapi. Pengejawantahan kelima faktor umum itu juga dapat membantu penyampaian obat kepada pasien dengan bagus, juga untuk delivering berbagai tindakan terapeutik lain yang mungkin di masa depan kian berbasis teknologi tinggi.

Pada titik lanjut pengertian ini mungkin dapat memudahkan pihak lain menerima bahwa di samping “komponen psikoterapi spesifik” yang telah direpresentasikan oleh pedoman psikoterapi tertentu, terdapat “komponen psikoterapi nonspesifik” dalam setiap sesi psikiatrik, yang layak dihargai. Identitas psikiater seperti tidak terpisahkan dari corak-corak tandas psikoterapi.

Wakil Ketua Umum PP PDSKJI dokter Agung Frijanto menyatakan bahwa dari hasil evaluasi PDSKJI bersama BPJS beberapa waktu lalu telah disepakati untuk mengatasi berbagai permasalahan dan optimalisasi layanan psikiatri adalah diperlukan segera Panduan/Juknis. Oleh karenanya pada kepengurusan PP PDSKJI saat ini sedang berproses finalisasi Panduan/Juknis Layanan JKN yg sedang dibuat oleh Tim MP2KP (Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri) yaitu Majelis di PDSKJI yang menghimpun seluruh Seksi/Pokdi.

Dokter Agung Frijanto berharap semoga dengan Panduan/Juknis ini yang merupakan hasil evaluasi dari berbagai permasalahan, akan dapat membantu seluruh sejawat psikiater di seluruh Indonesia dalam memberikan layanan serta terhindar dari klaim pending/dispute dari pihak BPJS.