Standard Profesi

STANDAR PROFESI DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN JIWA (PSIKIATER) INDONESIA


MUKADIMAH

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas perkenanNyalah Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dapat diterbitkan.

Kesehatan adalah hak setiap manusia. Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kulturo-spiritual, sehingga kesehatan harus meliputi keseluruhan kesehatan fisik, jiwa, sosial, kultural, dan spiritual.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa adalah dokter spesialis yang telah menjalani pendidikan berdasarkan ketentuan yang telah disahkan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) Indonesia dan telah mendapat rekomendasi (pengakuan) oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI).

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa memberikan pelayanan kesehatan (“kedokteran”) jiwa, melalui upaya promotif-preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara holistik, berbasis rumah sakit maupun komunitas.

Para Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa wajib senantiasa berpedoman pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, disusunlah Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa sebagai pedoman dalam menjalankan profesinya berpedoman pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

 

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran-kesehatan, membuat para dokter pada umumnya dan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa pada khususnya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang profesional.

Demikian juga kesadaran masyarakat pada umumnya sudah cukup tinggi, sehingga tuntutan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang profesional, sudah menjadi tuntutan masa kini.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kesehatan juga menyebabkan adanya tumpang tindih antara ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dengan disiplin ilmu lain sehingga tumpang tindih dalam pelayanan kesehatan tidak dapat dihindari.

Oleh karena itu dipandang perlu dilakukannya peningkatan kerja sama dengan profesi disiplin ilmu lain agar pelayanan kesehatan lebih komprehensif, integratif, dan holistik.

Perlu diantisipasi adanya kemungkinan pelayanan psikiatrik dilakukan oleh profesi lain sehingga dapat merugikan penderita, keluarga, dan masyarakat.

Sementara itu dengan diberlakukannya UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia 2007 (Konsil Kedokteran Indonesia), maka Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dalam melaksanakan profesinya harus menghindari kemungkinan terjadinya masalah etikomedikolegal.

Oleh sebab itu disusunlah Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa sebagai pedoman bagi para Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dalam melaksanakan profesinya.

Menurut penjelasan Pasal 53 ayat (2) UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa yang dimaksud dengan standar profesi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik dan benar.

Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, disusun dengan memperhatikan standar pendidikan, standar sertifikasi, dan standar pelayanan psikiatri.

 

STANDAR PROFESI DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN JIWA INDONESIA

Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa adalah parameter atau persyaratan yang digunakan sebagai dasar penentuan fungsi profesional Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dalam melakukan tugas profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien.

 

KOMPETENSI DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN JIWA INDONESIA

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, adalah :

(1) Seorang dokter yang telah menguasai pengetahuan dan ketrampilan sebagai Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, melalui pendidikan formal yang sah dan/atau terakreditasi.

(2) Mampu belajar dan mengembangkan pengetahuan serta ketrampilannya secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.

(3) Mampu memberikan pelayanan prikiatrik yang profesional, di manapun ia bertugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif dalam bahasa Indonesia.

(5) Mampu memahami kaitan pengaruh sosiobudaya dalam psikodinamika, penegakan diagnosis, dan terapi.

(6) Mampu bekerjasama dalam tim maupun bekerja secara mandiri.

(7) Senantiasa menjaga Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Kode Etik Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, menjunjung tinggi norma, mempertahankan integritas, kejujuran, pengabdian, dan menjaga rahasia kedokteran dan rahasia jabatan.

 

SERTIFIKASI DAN RESERTIFIKASI

A. Sertifikasi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa diberikan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia setelah yang bersangkutan lulus ujian nasional (National Board Examination/NBE).

B. Resertifikasi :

(1) Resertifikasi dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) Indonesia.

(2) Mengikuti Kongres Nasional Psikiatri dan/atau Pertemuan Ilmiah Dua Tahunan (PIDT) PDSKJI.

(3) Dapat menunjukkan bukti sertifikat terakreditasi setelah mengikuti berbagai kegiatan Program Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) atau Continuing Profesional Development (CPD) (menurut UU Praktik Kedokteran Tahun 2004) sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan P2KB PB IDI.

(4) Rekomendasi dari 2 (dua) orang Pengurus PDSKJI Cabang dengan format yang dibakukan oleh PDSKJI tentang penilaian perilaku, sikap, etika, citra, dan integritas profesi.

(5) Tidak ada masalah pelanggaran Etik Kedokteran Indonesia dan Hukum yang berlaku di Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.

(6) Ada Surat Keterangan Sehat Fisik dan Mental yang dikeluarkan oleh instansi kesehatan pemerintah.

(7) Bila ada masalah, diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa atau Majelis Penilai (ad hoc) Cabang.

C. Standar Gelar Konsultan

Gelar konsultan, diberikan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia kepada Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa yang oleh karena pendidikan, pengetahuan, dan pengalamannya yang khusus di dalam salah satu bidang psikiatri, dapat mentransfer ilmu dan ketrampilannya, serta menjadi rujukan dalam bidangnya.

Persyaratan untuk memperoleh gelar konsultan adalah sebagai berikut:

(1) Individu tersebut harus berperan dalam pendidikan spesialis psikiatri atau bertugas di tempat yang terkait dengan sentra pendidikan spesialis psikiatri.

(2) Lulus pendidikan dan memiliki sertifikat subspesialisasi psikiatrik tertentu dan/atau diusulkan oleh institusi pendidikan psikiatrik kepada Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia.

(3) Disetujui dan mendapat sertifikat konsultan dari Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia.

D. Standar Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Lulusan Luar Negeri.

(1) Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang mengambil pendidikan psikiatri di luar negeri, dapat diterima bekerja sebagai Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia dengan syarat:

a. Dapat berkomunikasi secara aktif, benar, dan efektif dalam bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan, serta mengenal adat-istiadat dan budaya setempat di tempat yang bersangkutan bekerja.

b. Mengikuti penyesuaian selama minimal 1 (satu) tahun di institusi pendidikan psikiatri yang ditunjuk oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) Indonesia.

c. Mendapat rekomendasi dari institusi pendidikan psikiatri tempat ia menjalani penyesuaian tersebut.

d. Mendapat sertifikat kompetensi dari Kolegium Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia.

(2) Selama bekerja di Indonesia, harus mengikuti syarat-syarat Standar Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa yang berlaku di Indonesia.

(3) Bagi WNA: wajib mengikuti standar persyaratan tenaga kerja asing di Indonesia.

 

STANDAR PELAYANAN

Standar pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh para Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dalam menyelenggarakan praktik kedokteran jiwa dan disesuaikan dengan strata sarana pelayanan yaitu tingkatan pelayanan yang standar tenaga dan peralatananya sesuai dengan kemampuan yang diberikan.

A. UMUM

Tempat pelayanan psikiatrik adalah tempat yang memenuhi perundang-undangan yang berlaku dan memungkinkan untuk terwujudnya hubungan terapeutik dokter-pasien yang optimal.

Proses pelayanan profesi psikiatrik harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

(1) Pemeriksaan

a. Pemeriksaan psikiatrik ditekankan pada kemampuan untuk mengadakan wawancara dan observasi.

b. Pemeriksaan secara holistik, meliputi aspek-aspek bio-psiko-sosio-kultural spiritual.

c. Wawancara meliputi autoanamnesis dan/atau hetero/alloanamnesis (dari orang dan/atau institusi yang mengetahui.

d. Observasi perilaku pasien, termasuk respon dan reaksi pasien pada saat wawancara dan selama pasien dalam perawatan.

e. Observasi selama berada di ruang perawatan, harus dilakukan bagi terperiksa yang dimintakan Visum et Repertum Psychiatricum (VeRP).

f.` Status psikiatrik minimal terdiri dari: kesan umum, kesadaran, nada perasaan (mood) dan afek, proses berpikir, persepsi, kemauan, psikomotor, dan fungsi kognitif.

g. Harus dilakukan pemeriksaan medik spesialistik terkait yang diperlukan.

h. Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang dianggap perlu, seperti : evaluasi psikologik, psikometrik, neuropsikiatrik, pemeriksaan EEG, brainmapping, radiologi, laboratorium klinik, dan lain-lain.

i. Data pasien dapat diperoleh dari hasil wawancara dan / atau keterangan tertulis lain yang dapat dipercaya.

(2) Penegakan diagnosis: dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan. Diagnosis sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia dan/atau internasional (ICD/DSM).

(3) Penatalaksanaan: dilakukan secara komprehensif dan integratif dengan pendekatan holistik.

(4) Dalam pelaksanaannya, dimungkinkan untuk menyediakan obat-obat kegawatdaruratan (emergency) termasuk obat-obat golongan psikotropika, dengan jumlah yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Semua data di atas, dirangkum, dan didokumentasikan dalam rekam medik.

(6) Information for consent diberikan secara jelas sebelum melakukan pemeriksaan/ tindakan medis.

(7) Informed consent (Persetujuan Tindakan Medik) secara tertulis diberikan untuk ditandatangani oleh pasien/keluarga/penanggungjawabnya setelah mendapatkan penjelasan apabila ada tindakan medik tertentu yang akan dilaksanakan, misalnya : ECT, fiksasi fisik, hipnoterapi, pemeriksaan laboratorium tertentu (NAPZA, dan HIV/AIDS, dan lain-lain).


B. KHUSUS

(1) Rujukan pasien kepada Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, sejawat, atau instansi pelayanan kesehatan lain, harus dengan persetujuan dari pasien/keluarga/penanggungjawab pasien.

(2) Konsultasi antar Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa atau sejawat lain, dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis.

(3) Surat Keterangan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA (Bebas Narkotika) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan ada tidaknya tanda-tanda penyalahgunaan, dilampiri hasil pemeriksaan laboratorium, antara lain: Opioda, Kokain, Amfetamin, Kanabioid, Benzodiazepine, dan derivatnya, sesuai permintaan. Format Surat Keterangan dapat dilihat pada lampiran.

(4) Untuk kepentingan tertentu dengan pertimbangan profesional dapat diberikan Surat Keterangan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa berdasarkan atas permintaan.

(5) Untuk kepentingan proses peradilan dapat dibuat Surat Keterangan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum) atas permintaan resmi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Surat Keterangan Istirahat/Sakit: dapat dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. Lamanya tergantung kondisi sakitnya. Apabila kondisi sakitnya berlangsung lebih dari 3 (tiga) bulan, maka harus dikonsulkan kepada Majelis Pemeriksa Kesehatan.

(7) Untuk kepentingan tertentu, Surat Keterangan tentang Kondisi Kesehatan Jiwa, dikeluarkan dan ditandatangani oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa setelah yang bersangkutan memeriksa langsung dan diwujudkan sebagai Surat Keterangan Kesehatan Jiwa.

(8) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk pejabat publik, atas permintaan resmi, dilakukan oleh tim dalam institusi pemerintah, minimal terdiri dari dua orang Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, atau satu orang Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dan satu orang psikolog klinis, ditandatangani oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.

(9) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk perorangan dengan permintaan tertulis dapat dilakukan di instansi kesehatan pemerintah dengan menyebutkan alasan keperluannya.

(10) Apabila diperlukan, dapat dibentuk Majelis Kehormatan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia untuk menilai seorang atau kelompok anggota PDSKJI yang bermasalah. Dapat dibentuk di tingkat pusat atau cabang, dengan anggota para Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa yang berkedudukan sebagai pengurus.


Ditetapkan di Manado.

Pada tanggal 4 November 2009


==========