Posted by Administrator | Kategori: Psikoterapi

Mencoba Meringkas Psikoterapi

Melalui corpus callosum, belahan otak kanan dan hemisferium kiri saling menghambat. Kata McGilchrist (2015), kemampuan hemisferium kiri untuk menghambat yang kanan adalah lebih besar daripada kebalikannya. Represi nirsadar, atau inhibisi oleh otak kiri terhadap otak kanan, lebih kuat daripada supresi sadar dan pengalihan perhatian (distraksi) yang seluruhnya berlangsung semata-mata dalam hemisferium kiri.

Walaupun inhibisi calossal oleh hemisferium kiri cukup kuat, toh ia ada batasnya. Ketika batas dilampaui, misalnya oleh pengalaman emosional traumatis
yang bangkit di otak kanan, represi gagal, dan pengalaman afektif yang mengguncang tetap hadir di hemisferium kiri. Demikian ini gambaran hubungan antara sistem emosional dan sistem kognitif (Carter, 1999).

Maka psikoterapi tidak hanya mengandalkan kesadaran yang diperkuat oleh pengetahuan dan nilai-nilai untuk “mengendalikan” buncahan afektif. Betapapun hemisferium kiri bekerja canggih, misalnya karena intelektualitas, penguasaan pengetahuan, dan pengertian moral yang tinggi, kemampuannya buat merepresi bangkitan emosional yang sedemikian kuat, misalnya yang berupa retraumatisasi yang imminent, terbatas.

Dalam psikoterapi perlu diciptakan jalan lain untuk secara langsung menghampiri otak kanan dan bangkitan pengalaman emosional yang terkandung di dalamnya. Bagaimana melakukannya? Dengan menjalin relasi terapeutik yang bagus dengan pasien. Enam hal yang perlu terus diupayakan oleh terapis adalah hadir dalam posisi not knowing; mendengarkan dengan luas; mengerti secara empatik; menerima dan menghargai; memerhatikan dan menanggapi ekspresi-ekspresi nonverbal; dan merawat pengharapan yang bagus dengan imajinasi dan kreativitas yang dapat meneroka potensi hari depan yang baik.

Dalam relasi terapeutik yang bagus itu secara alamiah akan terjelajahi episode-episode hubungan afektif mendalam yang disebut transferens-kontratransferens. Biasanya mereka merupakan heightened affective moments. Di sana, terapis yang sudah membina relasi terapeutik yang bagus dengan pasien akan menegosiasikan penadbiran bangkitan disregulasi afek yang sebelumnya tidak pernah terlerai. (Limas Sutanto)